Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memiliki sederet PR peninggalan eks Kapolri Idham Aziz yang penuntasannya ditunggu publik. Salah satunya adalah kasus penembakan enam laskar di Jalan Tol Jakarta-Cikampek FPI oleh anggota kepolisian.
“Kapolri Sigit perlu segera menuntaskan kasus tewasnya enam laskar FPI di Tol Cikampek,” kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane melalui keterangan tertulis, Senin (1/2).
IPW menilai, ada tiga alasan kenapa Kapolri Sigit harus menuntaskan kasus penembakan enam laskar FPI itu.
Pertama, Komnas HAM telah menyampaikan hasil investigasi dan sejumlah rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
“Salah satunya, Komnas HAM meminta adanya penyelidikan lebih lanjut ihwal unlawfull killing empat laskar FPI dan penegakan hukum dengan pengadilan pidana. Alasannya, keempatnya tewas ketika sudah dalam penguasaan aparat kepolisian,” kata Neta.
“Komnas HAM juga merekomendasikan agar kasus itu dilanjutkan ke pengadilan pidana,” sambungnya.
Kedua, untuk menindaklanjuti temuan serta rekomendasi Komnas HAM, Kapolri (saat itu) Idham Azis telah membentuk tim khusus yang terdiri dari Bareskrim Polri, Divisi Hukum Polri, dan Divisi Propam Polri.
Tim khusus ini bertugas menyelidiki dugaan pelanggaran HAM oleh oknum polisi terhadap empat laskar FPI yang tewas tertembak itu.
“Tapi sudah berbulan-bulan, hasilnya hingga kini belum ada,” kata Neta.
Ketiga, adanya Perkap 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Menurut Perkap itu, setiap kasus penembakan harus dipertanggungjawabkan polisi penembak. Sehingga eksekutor penembakan terhadap 6 laskar FPI itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai Perkap 1 Tahun 2009
“Terutama anggota Polri yang mengeksekusi 4 laskar FPI yang sudah tertangkap tapi tidak diborgol itu,” kata Neta.
Neta mengungkapkan, bagaimana pun pelaku penembakan ini patut diusut tuntas agar dapat ditemukan pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) di kepolisian.
Menurut Pasal 13 ayat 1 Perkap 1 Tahun 2009, setiap individu anggota Polri wajib bertanggung jawab atas pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang dilakukannya.
Sehingga dengan adanya tranparansi siapa pelaku eksekusi terhadap laskar FPI ini menjadi evaluasi dan pembelajaran bagi Polri ke depan.
Tujuan diberlakukannya Perkap 1 Tahun 2009 ini seperti yang tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 adalah untuk memberi pedoman bagi anggota Polri dalam pelaksanaan tindakan kepolisian yang memerlukan penggunaan kekuatan, sehingga terhindar dari penggunaan kekuatan yang berlebihan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan
Menurut Neta, dengan adanya pengusutan lebih lanjut dalam kasus ini, bisa diketahui, apakah eksekusi terhadap 4 laskar FPI itu telah sesuai dengan prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian seperti yang diamanatkan Perkap, utamanya legalitas yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia (HAM), prinsip preventif dan prinsip masuk akal (reasonable).
Selain itu perlu diungkap, siapa pejabat yang memerintahkan para polisi itu untuk menguntit eks pemimpin FPI Habib Rizieq Shihab dan laskar FPI.
“Apakah dalam perintah penguntitan itu ada perintah penembakan. Bukankah penguntitan adalah tugas intelijen? Kenapa aparatur reserse bisa dilibatkan untuk melakukan penguntitan. Kenapa Rizieq tidak ditangkap saja sebelum terjadi penembakan,” kata Neta.
Neta juga mempertanyakan siapa yang memerintahkan penembakan, baik penembakan pertama maupun penembakan kedua.
“Adakah pejabat Polri yang bakal digeser dalam kasus kematian laskar FPI itu?,” tanya Neta.
Komnas HAM sendiri sudah mengirimkan rekomendasinya ke Presiden dan Kapolri (saat itu) Idham Azis sudah membentuk tim, sehingga tugas Kapolri Sigit menuntaskannya agar BAP kasus ini segera dilimpahkan ke kejaksaan agar bisa dibawa ke pengadilan.
“Jika para polisi penguntit memang tidak melayani biar pengadilan yang membuktikannya agar Polri terhindar dari fitnah jalanan,” pungkas Neta. -A A